Tuesday, November 20, 2007

Anak Pelangganku

Rumah keluarga Hardianto sangat mewah dan bergaya aristokrat Jawa. Sebuah rumah yang selalu kuidamkan. Dan hari itu aku mempunyai janji dengan Bu Hardi untuk konsultasi interior ruang tidur utama dan anaknya.

"Selamat siang bu" Aku menyapa. Bu Hardi berdiri didepan pendopo sambil tersenyum. "Selamat siang juga, silahkan masuk" Bu Hardi berjalan mendahuluiku menuju pintu utama. Wanita itu kelihatan cantik dan ayu, walaupun mungkin usianya sudah 40 tahunan, tapi tubuhnya masih sangat terpelihara, buah dadanya besar menyembul dari balik kebaya yang dikenakannya. Aku jadi membayangkan yang tidak-tidak sewaktu melihat pinggul Bu Hardi yang bergoyang-goyang ketika berjalan. Kubayangkan meremas pinggul itu tentu enak.

"Maaf kalau rumah saya kelihatan berantakan" Kata Bu Hardi. Aku tertawa kecil. "Aah...rumah Ibu sangat bagus dan punya nuansa yang sangat bagus" Jawabku sejujur mungkin. Lalu Bu Hardi menyuruh pelayannya menghidangkan minuman dan memanggil anaknya.

"Silahkan duduk" Ajak Bu Hardi. Aku lalu duduk sambil memperhatikan ruang keluarga yang sangat luas itu. Semua tertata dengan indah disertai sentuhan-sentuhan asesoris yang mencerminkan pemilik rumah punya selera tinggi. Bu Hardi duduk diseberangku, kuperhatikan wajah yang ayu itu, tapi yang paling menarik perhatianku adalah gunung yang menyembul dari balik kebayanya.

"Bagaimana.....kok diam saja" Tiba-tiba suara bu Hardi membuatku sadar dari lamunan jorok. "Oh...rumah Ibu tertata dengan sangat baik dan saya kira...." Ucapanku terhenti ketika seorang gadis manis berjalan menuruni tangga. Gadis itu masih muda sekali, mungkin baru umur 18 tahunan, rambutnya panjang, ia memakai kaus ketat dan celana pendek ketat. Aku makin kagum melihat kesamaan buah dada yang besar antara Ibu dan anaknya. Diam-diam aku menelan ludah, alangkah beruntungnya kalau aku dapat memacari gadis itu.

"Ooo...kenalkan ini anak saya satu-satunya, namanya Sinta" Kami lalu berkenalan. Senyuman gadis itu sangat manis, walaupun tidak dapat dibilang secantik ibunya, tapi tubuhnya betul-betul aduhai. Kami lalu duduk sama-sama diruangan itu, aku mulai mengeluarkan notes untuk mencatat apa yang akan dibutuhkan mereka dalam menata ruangan nanti. Kami lalu memperbincangkan disain.

"Nah sekarang saya ingin melihat ruang yang hendak Ibu tata kembali" "Ayolah.....biar Sinta yang mengantarkan adik melihatnya, soalnya Ibu ada arisan dan sekarang sudah harus pergi" Bu Hardi lalu beranjak keluar.

"Mau lihat yang mana dulu, kamar Ibu atau kamar saya?" Sinta bertanya sambil bangkit berjalan menuju tangga. Aku mengikuti dari belakang sambil memperhatikan pantatnya yang sangat menonjol dan kelihatan kencang sekali.

"Terserah yang mana dulu, toh nanti juga kelihatan semua" Jawabku. Kami lalu naik tangga dan tiba didepan pintu salah satu kamar yg paling dekat dengan tangga. Sinta membuka pintu lalu berjalan masuk. Tercium bau harum ketika aku melangkah masuk mengikutinya. Kamar itu sangat bagus dan luas, semua telah tersedia, ranjang yang besar, bedside table dan lampu tidur yang indah, buffet TV yang juga sangat lengkap. Aku jadi bingung apanya yang mau dirubah. Lalu kami berjalan menuju dressing room, ternyata itu kamar Sinta. Dressing room semuanya penuh dengan lemari pakaian dan laci-laci pakaian dalam. Dan semua tertata rapi.

"Saya jadi bingung, apa lagi yang mau dirubah, kamar ini sudah sangat bagus kok" Ujarku. "Yah...tapi Sinta dan Ibu sudah bosan dengan meubel dan interiornya, pokoknya tolong dirubah semua deh, Sinta mau suasananya lebih gelap dan lebih cozy" Jawab gadis itu. "Oke...kalau begitu saya perlu mengukur ruangan ini secara kasar dulu, nanti ada orang yg akan mengukur detail-detailnya" Aku lalu mengeluarkan meteran dr kantung celana dan mulai mengukur ruangan yang cukup luas itu. Waktu aku sedang mengukur dekat ranjang, mataku tertumbuk pada majalah-majalah yang tergeletak agak masuk kekolong ranjang. Kuperhatikan ternyata majalah Playboy dan majalan homo, tidak itu saja, ada beberapa VCD porno juga. Tiba-tiba saja Sinta sudah ada dibelakangku dan tangannya secepat kilat membereskan majalah dan vcd yang berserakan dikolong ranjang.

"Aduh sorry ya....." Ucap gadis itu, kulihat wajahnya seperti tanpa dosa. Aku tersenyum kecut. "Ah nggak apa-apa kok.....biasa" Jawabku. "Itu punya teman yang ketinggalan waktu nginap kemarin" Gadis itu berusaha berdalih. "Punya sendiri juga nggak apa-apa sich" Ujarku sambil meneruskan mengukur. Kali ini aku kaget lagi waktu tak sengaja tanganku menyentuh sesuatu dekat kolong ranjang sisi lain. Aku keluarkan barang itu agar tidak menghalangi meteranku, setelah kuperhatikan ternyata itu sebuah dildo yang memakai baterai, bentuknya persis penis, tapi ada jumbai-jumbai diujungnya, aku tak tahu untuk apa. Kudengar Sinta menjerit tertahan, lalu tangannya merebut benda itu dari tanganku. Kali ini wajahnya memerah, cepat-cepat dimasukkan benda itu kedalam laci.

"Aduh....maaf banget...pasti ketinggalan lagi" Kata Sinta. Aku tersenyum. "Masa sih???" Aku mencoba menggoda. Diam-diam penisku menjadi agak tegang. "Betul...saya sih nggak pernah cobain" Bantah gadis itu. "Masa sih???" "Betul...masa saya bohong?" "Kalau begitu harus dibuktikan" Jawabku makin berani. Sinta memandangiku, mula-mula kelihatan kaget. "Maksud mas?" Tanyanya kedengarannya sih lugu. "Iya kalau belum pernah kan kelihatan" Aku makin berani lagi. Mungkin agak vulgar tapi biarlah. "Enak aja.....Mas dulu aja yang kasih lihat" Aku terkejut juga mendengar jawaban itu. "Bener nih???" Tantangku. Sinta terkekeh. "Coba...." Aku tak menunggu lagi, segera kubuka ikat pinggangku lalu resulting celanaku, dan kupelorotkan celanaku, lalu kukeluarkan penisku yang sudah setengah tegang itu. Sinta menutup mulutnya sambil menatap penisku yang cukupan buat orang timur. "Iiiih jorook....." Bisik gadis itu. Aku makin berani, kukocok pelan penisku dihadapannya, segera menjadi tegang walaupun belum maksimal. "Sekarang giliran kamu dong...." Kataku sambil membiarkan penisku tetap diluar. "Malu ah...." Gadis itu mencoba bangkit dari duduknya. Tapi aku menahannya. "Lho kan udah janji???" Protesku. "Iya tapi kan malu....." "Nggak bisa...kalau janji harus ditepati" "Iya deh...tapi buka sendiri aja"

Segera tanganku menarik tururn celana ketat dari bahan kaus itu. Sekarang kulihat celana dalamnya yang tipis berwarna hitam. Aku tarik lagi celana dalam itu, sehingga terlihat vaginanya yang tertutup bulu yang tidak begitu lebat. Kulihat bentuk vagina Sinta masih bagus sekali, clitnya tidak terlihat karena gadis itu sedang merapatkan kedua kakinya. Perlahan aku raba, Sinta mengelak malu-malu tapi tidak berusaha keras, sehingga jari-jariku masih tetap mengelus vaginanya. Ia mulai menggeliat kecil disertai desisan lembut. Lalu kumasukkan satu jariku kedalam lubang vaginanya, Sinta menggigit bibirnya sambil memandangku.

"Lho kok digituin? katanya mau membuktikan" Sinta protes tapi tak bergerak. "Iya ini kan baru pembuktian awal" Jawabku. Kuteruskan kegiatanku dengan rajin. "Cium....." Bisiknya. Aku segera bangun dan menciumnya. Lidah kami saling mengait, ia melumat bibirku dan aku membalsanya dengan penuh nafsu. Tanganku masuk kedalam kausnya lalu kuremas-remas buah dadanya yang ternyata tidak memakai bra. Kuelus elus puting susunya dan tanpa kusadari aku dan Sinta telah jatuh keatas ranjangnya. Tangan Sinta menggenggam penisku lalu meremas perlahan, ternyata gadis ini sudah berpengalaman. Tanganku terus menelusuri seluruh lekuk tubuhnya. Wangi perfume yang lembut makin menambah gelora kejantananku. Aku mulai merasakan cairan vaginanya yang mulai membanjir sehingga tiga jariku dapat masuk dengan leluasa.

"Aaahhh...masukin saja Mas, biar terbukti" Rintih Sinta. Tangannya menuntun penisku kearah vaginanya. Aku pasrah merasakan penisku digosok-gosokkan divaginanya. Lalu aku mulai mendorong sehingga penisku segera terbenam dalam liang vagina Sinta. Hampir bersamaan aku dan dia mengeluh nikmat.

"Uuuhhhhh......enak sekali Mas.....pelan-pelan saja sodoknya" Rintih Sinta. Kuturuti kemauanya. Kupompa perlahan-lahan sambil merasakan kenikmatan yang menjalar keseluruh tubuhku. Tangan Sinta meremas-remas pantatku, sebentar-sebentar ia mengangkat pinggulnya, seolah-olah ingin seluruh penisku menghujam makin dalam. Kami bergumul sambil berciuman, kadang-kadang kuhisap puting susunya yang berwarna merah muda dan masih sangat bagus bentuknya.

"Saya yang diatas Mas...." Lalu kami bergulingan sehingga Sinta berada diatas. Sekarang gadis itu yang bekerja memompa penisku, rambutnya yang panjang kadang-kadang jatuh kewajahku, tanganya memilin-milin puting dadaku sedangkan tanganku terus meremas buah dadanya dengan lembut.

"Aduhhh......Sinta nggak tahan lagi Maassss........aaakhhh" Kurasakan ia menekan vaginanya sedalam mungkin sambil menggoyang-goyang pinggulnya. Lalu kulihat kedua matanya membalik seperti orang kesurupan, tangannya mencakar-cakar dadaku. Sekian lama berlalu tapi gadis itu masih terus memejamkan matanya dan menekan kuat vaginanya. Penisku seperti berdenyut-denyut didalam liang itu. Lalu Sinta mulai lagi mengangkat pinggulnya dan memompa penisku lagi. Kemudian bibirnya melumat bibirku. Setelah beberapa lama ternyata aku masih belum mencapai orgasme. Lalu ia bangkit dan mengambil tissue, kemudian tissue itu dipilin-pilin lalu dimasukkan kedalam vaginanya.

"Banjir.....nah sekarang giliran Mas yang harus keluar" Kemudian Sinta naik lagi keatas tubuhku. Kali ini kurasakan penisku agak sulit masuk kedalam liang vaginanya. Tapi setelah masuk dan dipompa oleh Sinta, saya merasakan apa sebenarnya yang dinamakan kenikmatan senggama. Perasaanku campur aduk merasakan nikmatnya enjotan Sinta.

"Aduuuh Sin....saya mau ke...." Belum sempat ucapanku habis, air maniku menyembur kencang didalam vagina Sinta. Gadis itu menekan sedalam mungkin penisku sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya. Lalu setelah beberapa saat ia mengangkat pinggulnya sehingga penisku tercabut keluar, lalu dimasukkan lagi perlahan-lahan sambil dipompa olehnya. Aku merasakan tubuhku meriang menikmati perlakuan Sinta, kemudian kurasakan penisku tercabut lagi lalu dikocok-kocok perlahan oleh tangannya. Air maniku berlumuran ditangannya. Lalu kulihat air maniku juga menetes-netes dari vaginanya.

"Enak?" Tanya Sinta. Aku mengangguk. "Belum pernah seenak ini" Jawabku pelan. "Jadi sudah terbukti belum?" Tanya gadis itu lagi. Aku tertawa. "Sudah...ternyata kamu memang tidak suka dengan yang begituan, kamu lebih suka yang asli" "Nakal...." Perutku dicubitnya. Lalu kami kembali bergumul selama beberapa saat. Tak lama kemudian Sinta bangun dan berjalan kekamar mandi, sedangkan aku kembali berpakaian dan meneruskan pekerjaanku.

Aku bersyukur telah mendapatkan Sinta, kami terus berhubungan, kadang-kadang dihotel kadang-kadang dirumahnya, ketika Bu Hardianto sedang keluar.

No comments: